TRADISI
MANGUPA PADA PASANGAN PERNIKAHAN
PEMULA
MASYARAKAT PERANTAU TAPANULI SELATAN
(Pembahasan Jurnal)
Setiap
individu yang hidup dalam suatu wilayah atau komunitas pasti memiliki
kebudayaan yang menjadi ritual pada acara tertentu. Ritual atau kebudayaan
tersebut telah turun temurun diwariskan dan dilaksanakan dari generasi ke
generasi. Misalnya saja dalam adat Jawa terdapat upacara siraman. Kebudayaan
telah menjadi kebiasaan dan hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan perilaku
setiap individu. Menurut Berry (1999) dalam hal ini yang terpenting adalah
bagaimana menganalisis budaya sebagai faktor penting yang tidak terlepas dari
perilaku manusia. Hal itu dapat dilihat pada perilaku yang teramati dan
ciri-ciri yang dapat disimpulkan sebagai output
adaptasi budaya dan adaptasi biologis.
Dalam
adat istiadat Tapanuli Selatan dikenal upacara tradisi mangupa. Salah satu
kondisi diberlakukannya tradisi mangupa
adalah pada saat resepsi pernikahan. Masyarakat yang terlibat dalam tradisi
mangupa saling berinteraksi secara langsung satu sama lainnya, ada yang
memberikan doa dan nasihat dan ada yang diberikan doa dan nasihat. Tradisi yang
memuat fungsi paulak tondi tu badan,
nasihat, harapan dan doa, diasumsikan memiliki dimensi dan atau tema-tema
psikologis yang mampu memotivasi pasangan pernikahan pemula menjadi pribadi
yang matang.
Masyarakat
Tapanuli Selatan yang bermukim di Tapanuli Selatan, maupun di rantau begitu
antusias dan merasa penting melaksanakan upacara mangupa bagi anak laki-lakinya yang memasuki masa pernikahan.
Mereka sangat yakin bahwa upacara mangupa
tersebut dapat meningkatkan kematangan individu bagi pasangan yang menikah.
Kekuatan Petuah, harapan dan doa pada upacara mangupa merupakan media untuk menambah kekuatan batin yang sangat
diperlukan dalam upaya meningkatkan aspek-aspek psikologis khususnya kematangan
individu bagi pasangan pengantin. Tradisi mangupa
akan memberikan kekuatan terhadap tondi (semangat) untuk lebih meningkatkan
kematangan individu pada masa yang akan datang. Hal ini seirama dengan pendapat
Allport, bahwa individu-individu yang sehat dikatakan mempunyai fungsi yang
baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan
yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekutan itu juga[1].
Fokus
penelitian ini adalah tema-tema psikologis yang terkandung dalam tradisi mangupa yang diberikan kepada pasangan
pernikahan pemula yang diharapkan termotivasi menjadi pribadi yang matang.
Bentuk-bentuk motivasi menjadi pribadi yang matang bersumber dari kriteria
pribadi yang matang menurut Teori Allport.
Terdapat tujuh kriteria menurut Allport[2]:
1. Perluasan
Perasaan Diri: individu matang mengembangkan perhatian ke luar diri sendiri.
2. Hubungan
Diri yang Hangat dengan Orang-orang Lain: mampu memperlihatkan keintiman
(cinta) dengan orang-orang terdekat.
3. Keamanan
Emosional: mampu menerima dirinya dengan segala kelemahan dan kelebihannya,
termasuk emosi yang dirasakan.
4. Persepsi
Realistis: memandang dunia secara objektif, sedangkan individu neurosis
mengubah realitas sesuai keinginannya.
5. Keterampilan-keterampilan
dan Tugas-tugas: pentingnya pekerjaan dan perlunya menengelamkan diri di
dalamnya.
6. Pemahaman
Diri: menggambarkan dirinya secara objektif dan terbuka terhadap pendapat orang
lain.
7. Filsafat
Hidup yang Mempersatukan: memiliki arah ke depan didorong oleh tujuan-tujuan
dan rancana-rencana jangka panjang.
Hasil penelitian berupa tema-tema
yang didapatkan dari tradisi mangupa,
terdapat tujuh tema:
1. Pemberian nasihat oleh orang tua,saudara
dan harajaon.
2. Penyampain doa dan harapan untuk
hidup yang baik.
3. Aktifitas fungsi kaulak tondi tu
badan.
4. Meningkatkan motivasi untuk
menghadapi hidup
5. Perasaan senang dan bahagia
6. Merasa sangat disayangi dan menjadi
pusat perhatian
7. Perlengkapan mangupa merupakan
simbol-simbol yang menjadi petunjuk
Berkaitan dengan hasil penelitian,
telah dicapai satu kesimpulan tentang pengaruh tradisi mangupa terhadap motivasi menjadi pribadi yang matang dalam diri
pasangan pernikahan bahwa:
1. Terlihat pada adanya seluruh subjek
masih mengingat pemberian rangkaian nasihat oleh unsur adat. Sembilan dari
sepuluh subjek juga mengingat bahwa peangkat mangupa adalah symbol yang
bermakna untuk nasihat kepada kehidupan mereka.
2. Terdapat juga hasil penelitian yang
mengungkap persentase ciri kepribadian yang matang dalam diri subjek setelah
mengikuti tradisi mangupa. Diantara sepuluh
subjek terdapat dua subjek yang mampu beradaptasi sebanyak 100% berkaitan
dengan meningkatnya ciri kepribadian dalam dirinya, yaitu subjek 2 dan 3. Rata-rata
persentase ciri kepribadian yang matang dari sepuluh subjek penelitian adalah
77.55%.. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kematangan mereka setelah mengikuti
tradisi mengupa termasuk kategori baik atau tinggi.
3. Setelah mengikuti tradisi mangupa, mereka cenderung menjadi lebih
memperhatikan kepentingan orang lain sejalan dengan kepentingan pribadi.
4. Dalam hal tanggung jawab untuk
menyelesaikan tugas sehari-hari, subjek penelitian juga mengalami peningkatan. Seluruh
subjek (100%) bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya, 80% mengerjakan
tugasnya hingga selesai.
5. Berkaitan dengan informan atau orang
tua juga menjelaskan peningkatan motivasi menjadi pribadi yang matang secara
signifikan. Orang tua yang setiap hari dapat mengamati kehidupan dan
perkembangan mereka sehari-hari, memberikan informasi yang korelatif terhadap
perkembangan kematangan subjek penelitian.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi mangupa
yang diberikan kepada pasangan pernikahan pemula memiliki pengaruh dalam memotivasi
mereka menjadi pribadi yang matang.
Adapun saran untuk penelitian ini:
1. Kepada masyarakat Tapanuli Selatan
agar melestarikan budaya atau tradisi mangupa
dalm setiap pernikahan anak laki-lakinya.
2. Penelitian ini tidak terlalu detail
menjelaskan kriteria kepribadian yang matang menurut Allport.
3. Jika bentuk-bentuk motivasi menjadi
pribadi yang matang bersumber dari kriteria pribadi yang matang menurut Allport,
kriteria yang mana dan apa saja yang sudah dicapai oleh subjek setelah
mengikuti tradisi mangupa ini. Hal ini
tidak dijelaskan dalam penelitian.
Sumber:
Hidayat, Bahril.,
(2005). Tradisi Mangupa pada Pasangan
Pernikahan Pemula dalam Masyarakat Perantau Tpanuli Selatan. Jurnal Psikologi
Sosial, Vol. 11, No. 02, 64-74, Januari 2005.
No comments:
Post a Comment