4. HUBUNGAN SEKSUAL LANSIA PRIA YANG TELAH KEHILANGAN PASANGANNYA
Penelitian ini
berasal dari Jepang dimana memiliki budaya dan latar belakang sosial kehidupan
seksual lansia dianggap negatif dan tidak dihormati (Backer, 1984; Yoshizawa,
1986). Selain itu lansia ditempatkan pada tingkat yg rendah dalam tangga sosial
dan dianggap tidak kompeten. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencermati
perilaku seksual laki-laki lansia dan pandangan mereka tentang perilaku seksual
tersebut.
Subjek penelitiannya adalah 3 orang duda berusia diatas 60 tahun dengan karakteristik
tetap menduda tetapi memiliki hubungan seksual saat ini dan subjek tinggal
dipinggir kota Tokyo dan kota besar di Osaka. Penelitian lain menyebutkan bahwa kesehatan seksual
merupakan komponen penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan itu terkait
dengan fungsi dan hasrat (Montreal Deklarasi, 2005).
Fungsi sexual yg disadari dg baik membawa kepuasan secara fisik dan
keberadaan pendamping wanita dapat meningkatkan self-esteem pria. Hasil menunjukkan
bahwa memiliki pasangan seksual wanita
membawa semangat tinggi yang dapat membuat perasaan bahagia kepada lansia.
5. Memperkecil
Frekuensi Membolos melalui Konseling Pribadi Diri
Tujuan
penelitian adalah ingin mengatahui efektifitas konseling pribadi dapat
memperkecil frekuensi membolos konseli pada semester ganjil tahun 2009/2010 di
SMA Islam Lumajang. Sampel sebanyak 5 orang masing-masing
konseli memiliki frekuensi membolos sebanyak 14,14,15,10 dan 18 kali.
Pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, dan wawancara. Konseling
pribadi dapat memperkecil frekuensi membolos pada semester 1 tahun pelajaran
2009 / 2010 di SMA Islam Lumajang. Faktor penyebab konseli
sering membolos yaitu ada kesamaan kesenangan dengan konseli yang sering
membolos, faktor keluarga, akibat pergaulan (ikut-ikutan), belum ada stabilitas
tangung jawab terhadap peran diri sebagai pelajar, kurang mendapatkan perhatian
guru saat kegiatan pembelajaran, kurang mendapatkan perhatian dari keluarga.
6.
Pelatihan Regulasi Emosi untuk
MenurunkanPerilaku Agresif pada Anak
Maraknya perilaku agresif pada anak saat ini
banyak terjadi di Indonesia. Anak-anak tidak mengenal arti agresif, akan tetapi
mereka sering melakukannya. Bentuk-bentuk agresif yang ditampilkan antara lain: menghina, menolak
melakukan tugas, melempar barang, mencubit, menendang,
mendorong untuk mendapatkan keinginan, mengganggu teman, memukul, mudah marah
dan berkelahi serta usil (Elisabeth, 2007).
Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu Apakah pelatihan regulasi emosi
dapat menurunkan perilaku agresif pada anak masa sekolah kelas V SD yang berusia 10 tahun?. Subjek penelitian berjumlah dua orang siswa laki-laki sekolah dasar berusia 10 tahun yang
berperilaku agresif.
Penelitian
ini menggunakan perilaku agresif anak sekolah sebagai objeknya, maka peneliti
melakukan observasi dengan mengamati dan mengukur perilaku agresif anak kelas V
SD yang berusia 10 tahun. Perilaku yang akan diamati adalah perilaku agresif
fisik dan verbal yang bersifat terbuka atau tampak. Hasil menunjukkan bahwa pelatihan regulasi emosi dapat menurunkan perilaku agresif pada subjek
penelitian ini, yaitu anak kelas V SD, berusia 10 tahun dan melakukan perilaku
agresif fisik serta agresif verbal.
No comments:
Post a Comment