Monday, October 7, 2013

Analisis Jurnal Observasi

  
    4.      HUBUNGAN SEKSUAL LANSIA PRIA YANG TELAH KEHILANGAN PASANGANNYA
Penelitian ini berasal dari Jepang dimana memiliki budaya dan  latar belakang sosial kehidupan seksual lansia dianggap negatif dan tidak dihormati (Backer, 1984; Yoshizawa, 1986). Selain itu lansia ditempatkan pada tingkat yg rendah dalam tangga sosial dan dianggap tidak kompeten. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencermati perilaku seksual laki-laki lansia dan pandangan mereka tentang perilaku seksual tersebut.
Subjek penelitiannya adalah 3 orang duda berusia diatas 60 tahun dengan karakteristik tetap menduda tetapi memiliki hubungan seksual saat ini dan subjek tinggal dipinggir kota Tokyo dan kota besar di Osaka. Penelitian lain menyebutkan bahwa kesehatan seksual merupakan komponen penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan itu terkait dengan fungsi dan hasrat (Montreal Deklarasi, 2005).
Fungsi sexual yg disadari dg baik membawa kepuasan secara fisik dan keberadaan pendamping wanita dapat meningkatkan self-esteem pria. Hasil menunjukkan bahwa memiliki pasangan seksual wanita membawa semangat tinggi yang dapat membuat perasaan bahagia kepada lansia.

    5.      Memperkecil Frekuensi Membolos melalui Konseling Pribadi Diri
Tujuan penelitian adalah ingin mengatahui efektifitas konseling pribadi dapat memperkecil frekuensi membolos konseli pada semester ganjil tahun 2009/2010 di SMA Islam Lumajang. Sampel sebanyak 5 orang masing-masing konseli memiliki frekuensi membolos sebanyak 14,14,15,10 dan 18 kali.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, dan wawancara. Konseling pribadi dapat memperkecil frekuensi membolos pada semester 1 tahun pelajaran 2009 / 2010 di SMA Islam Lumajang. Faktor penyebab konseli sering membolos yaitu ada kesamaan kesenangan dengan konseli yang sering membolos, faktor keluarga, akibat pergaulan (ikut-ikutan), belum ada stabilitas tangung jawab terhadap peran diri sebagai pelajar, kurang mendapatkan perhatian guru saat kegiatan pembelajaran, kurang mendapatkan perhatian dari keluarga.

      6.      Pelatihan Regulasi Emosi untuk MenurunkanPerilaku Agresif pada Anak
Maraknya perilaku agresif pada anak saat ini banyak terjadi di Indonesia. Anak-anak tidak mengenal arti agresif, akan tetapi mereka sering melakukannya. Bentuk-bentuk agresif yang ditampilkan antara lain: menghina, menolak melakukan tugas, melempar barang, mencubit, menendang, mendorong untuk mendapatkan keinginan, mengganggu teman, memukul, mudah marah dan berkelahi serta usil (Elisabeth, 2007).
Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu Apakah pelatihan regulasi emosi dapat menurunkan perilaku agresif pada anak masa sekolah kelas V SD yang berusia 10 tahun?. Subjek penelitian berjumlah dua orang siswa  laki-laki sekolah dasar berusia 10 tahun yang berperilaku agresif.
Penelitian ini menggunakan perilaku agresif anak sekolah sebagai objeknya, maka peneliti melakukan observasi dengan mengamati dan mengukur perilaku agresif anak kelas V SD yang berusia 10 tahun. Perilaku yang akan diamati adalah perilaku agresif fisik dan verbal yang bersifat terbuka atau tampak. Hasil menunjukkan bahwa pelatihan regulasi emosi dapat menurunkan perilaku agresif pada subjek penelitian ini, yaitu anak kelas V SD, berusia 10 tahun dan melakukan perilaku agresif fisik serta agresif verbal.

No comments:

Post a Comment